Sajak Terakhir.
Pernah dalam suatu masa seorang perempuan menyumpah-serapahiku dengan karya tangan sang Maestro Chairil Anwar bertajuk “Tak Sepadan”. Emosinya liar diobrak-abrik cinta yang abu-abu; Hasil pertarungan sengit antara nalar dan rasa, yang saling melukai begitu rupa akibat hamparan sejarah yang bernama pengalaman. Pengalamannya aneh: saling cinta mengapa tidak bersama? Dan hidupnya dipenuhi tanda tanya yang mematikan.. Waktu berjalan, tak ada lagi puisi Chairil seiring dengan jiwa yang semakin matang. Hanya ada tenang dan fikiran bahwa “beginilah cara kerja orang dewasa”. Perempuan itu melanjutkan perjalanan: jatuh hati dan siap mengarungi samudera. Sementara aku asik berjalan-jalan dan melihat dunia.. Semua terasa baik-baik saja, hingga tiba tahun yang tak terlupakan. Tahun yang berdiri angkuh dalam balutan angka yang menyimbolkan kesialan itu berhasil mengubah peziarahan yang terasa asik-asik saja. Aku tenggelam dalam pelarian moral yang hanya terbayan...