Postingan

Menampilkan postingan dari 2017

Sajak Terakhir.

Pernah dalam suatu masa seorang perempuan menyumpah-serapahiku dengan karya tangan sang Maestro Chairil Anwar bertajuk “Tak Sepadan”. Emosinya liar diobrak-abrik cinta yang abu-abu; Hasil pertarungan sengit antara nalar dan rasa, yang saling melukai begitu rupa akibat hamparan sejarah yang bernama pengalaman. Pengalamannya aneh: saling cinta mengapa tidak bersama? Dan hidupnya dipenuhi tanda tanya yang mematikan.. Waktu berjalan, tak ada lagi puisi Chairil seiring dengan jiwa yang semakin matang. Hanya ada tenang dan fikiran bahwa “beginilah cara kerja orang dewasa”. Perempuan itu melanjutkan perjalanan: jatuh hati dan siap mengarungi samudera. Sementara aku asik berjalan-jalan dan melihat dunia.. Semua terasa baik-baik saja, hingga tiba tahun yang tak terlupakan. Tahun yang berdiri angkuh dalam balutan angka yang menyimbolkan kesialan itu berhasil mengubah peziarahan yang terasa asik-asik saja. Aku tenggelam dalam pelarian moral yang hanya terbayan...

Memori

“Berangkat pulang ke Jogja”. Tanpa sadar saya menulis demikian di Laporan Harian Vikaris. Itu salah, karena seharusnya bukan “pulang ke Jogja” yg saya tulis, tapi “pulang ke Cilacap”. Kesalahan itu menimbulkan sejenak keheningan dan kenangan tentangnya. Jogja itu rumah; tempat segala rasa tumpah ruah tanpa diminta. Di setiap simpang-simpang lampu merah, sepanjang jalan-jalan yang semakin penuh sesak dengan kendara, selalu ada kisah untuk diceritakan: “Di sini sya melihat seekor kucing tertabrak motor”, “di sini saya pernah tersesat”, “di sini sya pernah menghabiskan malam hingga pagi”, “di sini teman saya pernah kecelakaan”, “di sini sya pernah hampir kecelakaan”, “di sini pertama kali dia memeluk sya”, “di sini terakhir kali kami berbicara”, “di sini saya pernah ditilang”, “di sini sya pernah menuntun motor sya yg bocor utk kesekian kalinya”, “di sini sya pernah mencari teman sya yg hilang entah kemana”, “di sini, di sni, di sini, di sini....”, tak akan cukup waktu untuk ...